
OKU Timur, SOR – Kondisi proyek pembangunan warung kuliner yang berada di Hutan Kota Martapura, Kabupaten OKU Timur sungguh memprihatinkan. Pasalnya, bangunan dengan nilai pagu anggaran Rp 400 juta tersebut hanya dibangun pondasi dan tiang saja.
Pengadaan proyek warung kuliner itu dianggarkan dalam APBD Perubahan OKU Timur tahun 2018. Pembangunan tidak dilanjutkan pada tahun anggaran 2019 karena dianggap belum tepat untuk dilakukan pembangunan.
Kepala Dinas PUTR OKU Timur, Danan Rachmat mengatakan, pembangunan di stop karena belum tepat. Kami sudah membuat DED untuk pekerjaan berikutnya, namun terlebih dahulu taman kota dilakukan pengelolaan. Setelah itu baru wisata kuliner.
“kurang pas dibuat wisata kuliner ditengah hutan kota, namun tidak ada wisata yang dilihat. Kita ingin menata
hutan kota menjadi tempat wisata terlebih dahulu, baru menempatkan wisata kuliner,” katanya kepada awak media, beberapa waktu lalu.
Menanggapi proyek pembangunan wisata kuliner tersebut, Anggota DPRD OKU Timur Fahrurrozi mengatakan, pembangunan harus dituntaskan karena memakai uang rakyat dan bukan uang pribadi. Harus ada tanggungjawab dari dinas terkait maupun kepala daerah.
“Biar tidak buram dan rancu, harus ada kejelasan dari dinas terkait. Ini uang rakyat dan harus dituntaskan pembangunannya,” katanya.
Sementara, Koordinator Jaringan Anti Korupsi Sumsel Ari Bakri mengatakan, proyek pembangunan warung kuliner di hutan Kota Martapura patut dipertanyakan. Mengingat besarnya anggaran, namun kondisi bangunan terkesan asal jadi.
“Dalam waktu kita akan konsultasikan proyek ini ke Kejati Sumsel. Mudah-mudahan akan ada tanggapan dalam waktu dekat,” ujarnya melalui pesan elelktronik.
Diketahui, berdasarkan penelusuran suaraokuraya.com, usulan proyek warung kuliner tersebut dalam APBD Perubahan 2018 tidak ada pengajuan Detail Engineering Design (DED) terlebih dulu, sehingga terkesan asal bangun dan boros anggaran.
DED yang didalam memuat informasi tentang Gambar Teknis, spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya. Bisa saja hasil DED yang menurut Keppres 80/2003, berkas – berkas ini menjadi bagian dari Dokumen Lelang, Nantinya menunjukkan bahwa kebutuhan anggaran suatu kegiatan tersebut tidak sampai menghabiskan plafon alokasi yang ada di APBD.
Disamping itu saat pembuatan OE (Owner Estimate atau perhitungan ulang rincian rencana biaya dalam DED dengan mengacu kepada harga pasar saat akan mulai pengadaan) oleh panitia pengadaan, biasanya nilainya lebih rendah daripada plafon. Apalagi jika pengadaan menggunakan sistem eProcurement dengan sistem pascakualifikasi yang kompetitif dan transparan, penghematan terhadap plafon anggaran bisa lebih dari 25%.
DED tidak harus disediakan pada saat penyusunan APBD, tetapi jika ada akan lebih baik karena begitu APBD disahkan dan DPA sudah diterbitkan maka SKPD bisa langsung melelang paket pekerjaannya.
Jika proyek pembangunan warung kuliner hutan kota martapura sebelum diusulkan dalam APBD terlebih dahulu diajukan DED, pembanguan tersebut sudah bisa dirasakan manfaatnya, apalagi nilai proyek bangunan itu cukup besar. Namun fakta dilapangan kondisi bangunan dengan nilai Rp 400 juta itu terkesan asal jadi dan tanpa perencanaan yang baik.