Palembang, SR – Sejumlah aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Lembaga Pengawas Independen (LPI) Sumsel menemukan banyaknya dugaan pelanggaran dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan.
Dugaan pelanggaran tersebut diantaranya, kemasan komoditi beras yang disalurkan tanpa izin Kementan sesuai dengan Permentan Nomor 53/KR.040/12/2018 Tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), serta tidak ada pencantuman label kemasan beras sesuai dengan Permendag No 8 tahun 2019.
Selain itu, ada dugaan penggiringan dari petugas agar bantuan uang tunai yang diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) ditukar dengan sembako yang nilainya ternyata tak sesuai dengan harga di pasaran.
Kordinator LPI Sumsel, Moh Abdullah mencontohkan, penerima KPM bantuan BPNT diarahkan untuk membeli sembako, salah satunya beras di e-Waroeng yang telah ditentukan, Namun beras yang disalurkan atau dijual di agen e-Waroeng tersebut jenis beras asalan dengan kemasan tanpa izin Kementan dan tanpa labeling, yang jika dipasaran seharga Rp 8.500-9.000 perkg. Namun oleh warung tersebut dijual dengan harga setara beras premium Rp11.000 perkg.
“Ini terjadi hampir merata di kecamatan di wilayah Kabupaten OKU Timur, uang untuk ditukar beras tidak sesuai dengan harga dan kualitas beras. Ini sungguh miris sekali, dan harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah,” katanya, Sabtu (10/9/2022).
Bahkan, banyak KPM yang mengeluhkan tidak transparannya e-Waroeng yang ditunjuk dalam menyalurkan BPNT. Saat melakukan transaksi jual beli melalu kartu BPNT, setelah menerima barang, struke belanja tidak diberikan.
“Inikan aneh, mereka (KPM-red) punya saldo Rp 400.000 hanya dapat beras yang kualitasnya tidak sesuai 20 kg, 2 karpet telur ayam, 1 kg kacang tanah, dan 2 pcs sabun mandi. Coba dibandingkan dengan harga pasaran mungkin mereka akan dapat lebih dari itu, hitung saja harga komoditas yang disalurkan, tidak masuk akal,” imbuhnya.
Melihat itu, kata dia, bisa dibayangkan berapa kerugian yang diterima oleh KPM akibat adanya kecurangan-kecurangan tersebut. Cukup besar keuntungan yang didapat dari program BPNT dengan mencurangi warga miskin.
“Jika dari komoditas beras saja mengambil kelebihan Rp 2000-2500 dengan jumlah penerima bantuan sebanyak 28.380 KPM, berapa keuntungan yang didapat oleh mereka-mereka yang bermain dalam BPNT ini. Kalau berasnya memang kualitas premium tidak masalah tapi ini beras kualitasnya jauh dari premium dengan kemasan tanpa izin Kementan dan tanpa labeling,” ungkapnya.
Melihat kondisi itu, kata Abdullah, dalam penyaluran BPNT ini bisa disebut adanya dugaan korupsi besar-besaran secara terbuka, bahkan bisa juga adanya dugaan pungli dalam penyaluran BPNT.
“Melihat ini, kita sudah mengkaji dan secepatnya akan melaporkan hal ini ke stakeholder terkait, baik itu pemerintah daerah maupun kepolisian dan kejaksaan,” katanya.
“Bahkan kita juga akan mempersiapkan aksi demonstrasi terkait penyaluran BPNT di OKU Timur di Kejati Sumsel maupun di Polda Sumsel,” pungkasnya. (Ril)